Review Taiko

Sabtu, 18 Februari 2012



Taiko (Indonesian edition)

by Eiji Yoshikawa, Hendarto Setiadi (Translator)

Edisi Bahasa Indonesia dari Taiko: An Epic Novel of War and Glory in Feudal Japan

Dalam pergolakan menjelang dekade abad keenam belas, Kekaisaran Jepang menggeliat dalam kekacau-balauan ketika keshogunan tercerai-berai dan panglima-panglima perang musuh berusaha merebut kemenangan. Benteng-benteng dirusak, desa-desa dijarah, ladang-ladang dibakar.

Di tengah-tengah penghancuran ini, muncul tiga orang yang bercita-cita mempersatukan bangsa. Nobunaga yang ekstrem, penuh karisma, namun brutal; leyasu yang tenang, berhati-hati, bijaksana, berani di medan perang, dan dewasa. Namun kunci dari tiga serangkai ini adalah Hideyoshi, si kurus berwajah monyet yang secara tak terduga menjadi juru selamat bagi negeri porak-poranda ini. Ia Lahir sebagai anak petani, menghadapi dunia tanpa bekal apa pun, namun kecerdasannya berhasil mengubah pelayan-pelayan yang ragu-ragu menjadi setia, saingan menjadi teman, dan musuh menjadi sekutu. Pengertiannya yang mendalam terhadap sifat dasar manusia telah membuka kunci pintu-pintu gerbang benteng, membuka pikiran orang-orang, dan memikat hati para wanita. Dari seorang pembawa sandal, ia akhirnya, menjadi Taiko, penguasa mutlak Kekaisaran Jepang.

Taiko merupakan karya besar Eiji Yoshikawa, penulis bestseller internasional, yang berisi pawai sejarah dan kekerasan, pengkhianatan dan pengorbanan diri, kelembutan dan kekejaman. Sebuah epik yang menggambarkan kebangkitan feodal Jepang secara nyata.

Gramedia Pustaka Utama 2003

Saya: Baca lagi dalam versi buku tebal

Dhieta: Novel ini mengambil seting Jepang zaman dahulu ketika keshogunan dalam masa kritis dan peperangan perebutan kekuasaan terjadi di mana – mana. Cerita dimulai dari tahun Temmon kelima, 1536, yaitu masa ketika Kinoshita Hiyoshi menjalani masa kanak – kanaknya yang berat. Setelah ayahnya meninggal, ibu Hiyoshi menikah dengan Chikuami. Hubungan Hiyoshi dengan ayah tiri yang memanggilnya Saru ini tidak baik, sehingga Hiyoshi dikirim ke kuil untuk belajar, namun dipulangkan karena berbuat kenakalan. Akhirnya Hiyoshi mengembara mencari pengalaman dengan berjualan jarum. Dalam perjalanan ini ia mengalami berbagai hal yang membuatnya belajar mengenai sifat manusia. Dari seorang yang sederhana, berkat kecerdikan dan ketulusannya Hiyoshi memperoleh kepercayaan dari orang – orang, sampai ia menjadi kepercayaan Oda Nobunaga. Sedemikian dalam kepercayaan Nobunaga padanya sampai – sampai Hiyoshi yang namanya menjadi Toyotomi Hideyoshi dianugerahi daerah dan kekuasaan militer. Sebagai tangan kanan Nobunaga, Hideyoshi berjumpa dengan banyak orang penting yang kelak berperan besar dalam sejarah Jepang, salah satunya adalah Tokugawa Ieyasu.

Nobunaga, Ieyasu, dan Hideyoshi bertemu dalam masa kekacauan. Ketiganya sama – sama ingin menyatukan Jepang, namun siapa di antara mereka yang berhasil mewujudkan impian tersebut ?

Ketiga tokoh tersebut merupakan tokoh penting dalam sejarah keshogunan Jepang. Kepribadian mereka diabadikan dalam senryu (comic haiku) berikut : “Nakanunara, koroshiteshimae, hototogisu. Nakanunara, nakashitemiseyou, hototogisu. Nakanunara, nakumadematou, hototogisu”. Arti dari haiku tersebut adalah “Jika burung tekukur tidak mau berkicau, bunuh saja. Jika burung tekukur tidak mau berkicau, buatlah ia ingin berkicau. Jika burung tekukur tidak mau berkicau, tunggulah.” Haiku tersebut melukiskan Nobunaga yang kejam , Hideyoshi yang cerdas, lalu Ieyasu dengan kesabarannya.

Taiko yang berjudul asli Taiko Ki merupakan buah karya novelis legendaris Yoshikawa Eiji. Novelis bernama asli Yoshikawa Hidetsugu ini dilahirkan pada 11 Agustus 1892 di prefektur Kanagawa. Ketertarikannya pada sastra dimulai pada usia belia 18 tahun, namun beliau benar – benar terjun dalam dunia tulis – menulis setelah menjadi juara pertama lomba penulisan novel Kodansha pada tahun 1914 dengan karya The Tale of Enoshima. Beliau bergabung dengan koran Maiyuu dan menulis serial Life of Shinran di koran tersebut. Karya berjudul Miyamoto Musashi yang ditulisnya tahun 1915 membuat namanya dikenal sebagai penulis novel fiksi histori. Beliau terpengaruh oleh karya – karya sastra kuno seperti Sānguó Y
ǎnyì (Romance of Three Kingdoms), Heike Monogatari (The Tale of Heike) , Hikaru Genji Monogatari (The Tale of Genji), dan Shu¡hû Zhuàn (Outlaws of The Marsh). Sebelum meninggal pada 7 September 1962, beliau pernah mendapat penghargaan Cultural Order of Merit, the Order of the Sacred Treasure, dan Mainichi Art Award. Yoshikawa - sensei telah menulis puluhan cerita fiksi, beberapa di antaranya adalah Edo Sangokushi, Sangokushi (penulisan ulang Romance of Three Kingdoms), Uesugi Kenshin, Ooka Echizen, Shin Suikoden (penulisan ulang Outlaws of The Marsh), Shin Heike Monogatari (penulisan ulang The Tale of Heike) , dan masih banyak lagi.

Sekitar tahun 90 – an novel Taiko pernah dirilis sejumlah sepuluh volume sebelum digabung menjadi satu buku seperti versi baru. Bentuk buku yang tebal dan jumlah halaman mungkin membuat beberapa orang sudah merasa malas duluan untuk membacanya. Saya mungkin tidak akan pernah membaca Taiko jika belasan tahun lalu saya yang masih SD disodori buku setebal ini. Terjemahan novel Taiko sangat baik, bahasa yang digunakan tidak begitu rumit sehingga enak dibaca serta mudah dimengerti. Plot cerita yang kuat dan karakterisasi yang tergali dengan baik membuat penulis betah membaca buku ini dari awal sampai akhir hampir tanpa jeda. Selain itu, peristiwa – peristiwa bersejarah serta kemunculan tokoh – tokoh sejarah dalam novel ini merupakan daya tarik bagi penggemar sejarah Jepang. Bahkan bagi pembaca yang bukan penggemar sejarah, novel ini tetap menarik karena menyajikan ajaran filosofis, intrik politik, dan taktik perang zaman dulu. Oleh karena itu jangan gentar duluan melihat tebalnya buku, cobalah membaca perlahan dan kamu akan terbawa dalam suasana Jepang pada ratusan tahun yang lalu.

Farhan: Based on true story of Hideyoshi, the taiko, the ruler of japan on behalf of the emperor at feudal era.

A fascinating story about a person who struggles from zero to hero, and yet still very "human" which his strengths and weaknesses.

This book, together with "Musashi", indeed made me, until now, eager to learn anything related with japan. its culture, spirit, people, way of life, language...anything.
Not mentioning that currently I am working in a japanese company :)

Isnaini: Whuahhh,,,hilang semua review gara2 inet ngerror :(
Padahal udah nulis panjang bangettttt.... T,T Jadi singkat ajah lah.... bagaimana jika seekor burung berkicau?
Nobunaga menjawab "Bunuh saja!" Hideyoshi menjawab "Buat burung itu ingin berkicau" Ieyasu menjawab "Tunggu"

dari jawaban ketiga orang tersebut terlihat bagaimana sifat ketiga tokoh besar zaman keshogunan Jepang tersebut.

Oda Nobunaga, sang penguasa Oda, brutal, gegabah, tegas
Dalam menjalankan strategi militer dia mengandalkan keberaniannya. Tanpa pikir panjang dia akan segera menyerbu musuhnya. Dalam masa kepemimpinannya rakyat dalam kondisi makmur. Sampai akhirnya dia dibunuh oleh Akechi Mitsuhide, salah satu pengikutnya yang berkhianat.

Toyotomi Hideyoshi, sang Taiko, cerdik, sederhana, halus, dan kompleks.Perjalanannya sampai puncak tertinggi dalam penyatuan Jepang benar-benar berawal dari bawah. Mulai dari pembawa sendal Nobunaga, pengurus dapur dan kandang sampai menjadi seorang komandan militer. Hideyoshi lebih menyukai diplomasi daripada cara militer. Dia lebih memilih merangkul semua provinsi untuk bersatu meskipun akan mengalami proses yang lama daripada menjalankan militer.

Yang saya suka dari si Hideyoshi adalah ketulusan dan kesetiaannya. Ketulusannya dalam menjalankan semua pekerjaannya tak terlepas dari kesetiaannya terhadap junjungannya, Oda Nobunaga. Dalam suasana perang yang penuh tipu muslihat dia mengandalkan kejujuran dan komunikasi dari hati ke hati. Untuk membangkitkan semangat para bawahan dia menerangkan kepada mereka akibat-akibat yang akan mereka dapat jika mereka tidak melaksanakan tugas mereka sesuai perintah atasan. Karena apa yang diperintah oleh atasan akan memberikan keuntungan pada mereka juga.

Tokugawa Ieyasu, tenang, sabar, dan penuh perhitungan. Ieyasu tidak terlalu memikirkan peperangan yang terjadi di luar sana. Dia hanya memikirkan kesejahteraan daerah kekuasaannya. Meskipun dia juga akan megerahkan pasukannya jika Nobunaga, yang merupakan sekutu Ieyasu, meminta bantuan dalam peperangan. Pertempurannya dengan Hideyoshi juga terjadi karena permintaan Nobuo, anak Nobunaga. Sikap Ieyasu yang tenang dan penuh perhitungan menjadikan dia menjadi lawan yang sepadan untuk Hideyoshi. Dan pada akhirnya semua pertempuran berakhir dengan perjanjian damai karena Nobuo melakukan perdamaian dengan Hideyoshi.

Yang saya suka ketika membaca kisah Jepang Klasik adalah sikap para samurai yang memegang teguh Janji Samurai. Kesetiaan, tanggung jawab, harga diri.. Setidaknya dengan membaca novel ini saya jadi ngeh dengan sejarah yang satu ini. Soalnya dari dulu sering denger soal Nobunaga, Hideyoshi, Ieyasu di komiknya si Conan tapi tetep gak ngerti hubungan antara mereka. Sampai saya baca novel ini dan,,yah saya jadi tahu hubungan yang terjadi antara ketiga orang ini. Sejarah akan lebih mudah diingat jika disajikan dalam bentuk novel..:D Eh, tapi tetep saya masih suka perjalanannya si Mushashi. Si samurai bebasss.....:D

Shan: Antara Taiko dan Inggit Ganarsih
Taiko, julukan bagi Kinoshita Hideyoshi, telah menjadi pembicaraan yang legendaris. Bagaimana seorang Taiko yang dulunya hanya anak petani miskin berwajah monyet, akhirnya mengubah tak hanya hidupnya tapi juga seluruh Jepang. Figur Taiko yang bisa mengubah dirinya dengan belajar dengan tekun membuatku terkagum-kagum, sampai aku berjanji aku harus bisa seperti Hideyoshi: nggak kenal lelah, nggak kenal waktu, aku bakal terus belajar.

Novel setebal 1142 halaman ini terus kubuka karena penasaran pada sepak terjang Hideyoshi yang berikutnya. Aku akhirnya menemukan kekecewaan terbesar pada buku ini. Bukan karena Taiko karangan Eiji Yoshikawa terlalu mirip buku sejarah, tapi karena sikap Hideyoshi yang benar-benar nyata… dan dulu sekali terjadi.

Dikisahkan Hideyoshi memulai karir kesamuraiannya dengan lumayan mulus, hingga akhirnya dia jatuh cinta pada anak seorang samurai yang lebih senior. Keberuntungan berpihak pada Hideyoshi, karena akhirnya ia dapat mempersunting Nene.
Beberapa bab berlalu, dan secara implisit dikisahkan Hideyoshi mempunyai seorang gundik bernama Oyu, adik Takenaka Hanbei yang jadi anak buah Hideyoshi. Aku tersentak kaget. Romansa memang bukan menu utama buku ini, tapi dengan cepat imajinasiku berkelebat ke hubungan ketiga orang itu. Bagaimanakah perasaan Nene? Seandainya dia tahu dan diam saja, apakah lumrah bagi lelaki saat itu untuk bergundik ria? Apakah Hideyoshi lupa cara mencintai? Apakah Oyu tidak merasa bersalah?

Aku teringat pada Inggit Ganarsih yang akhirnya ditinggalkan Bung Karno, setelah 20 tahun menemani. Membaca laporan Bre Redhana tentang pementasan monolog Inggit yang dibawakan Happy Salma, aku mendapat kesan bahwa cinta Inggit dinilai suci dan selamanya, dan Bung Karno adalah sebuah kesalahan.

Bung Karno, mirip dengan Hideyoshi, telah menduakan... Aku tahu Bung Karno adalah pemimpin yang sangat luar biasa. Tidak bisa dibandingkan dengan penerus-penerusnya. Tapi, apakah karena kedudukan, Hideyoshi dan Bung Karno dapat membenarkan tindakan mereka? Ada harga untuk tiap perbuatan manusia. Inggit yang menceraikan suaminya dan memilih Bung Karno, akhirnya dikecewakan. Bung Karno sendiri…akhirnya ditinggalkan Fatmawati. Entah bagaimana Hideyoshi dan Nene… aku harap ada keadilan untuk Nene. Entah bagaimana rumitnya percintaan di antara anak manusia, tapi kalimat ‘segalanya sah dalam perang dan cinta’, bagiku hanya pembenaran egoistis mereka-mereka yang tidak peduli perasaan. Seberapa besarkah harga perasaan untukmu?

Esti: Another history of samurai. Kalo di Musashi kita bener2 diajak untuk menyelami kehidupan seorang samurai pengembara, di buku ini lebih kepada sisi politis dan diplomatis seorang samurai.
Dari seorang yang bukan apa2 sampai jadi penguasa negeri.
Banyak intrik, banyak tokoh (jadi suka lupa yg mana..), banyak kisah, tapi menarik.

Anton: HEI Novel ini adalah buku ajaib di dunia (salah satunya) bukan cuma ceritanya tapi juga karakter-karakternya.
Novel buatan Eiji Yoshikawa ini membawa pembacaya menuju sebuah cerita panjang seorang pembawa sendal sang Raja dari sejak ia kecil,kisah percintaannya,politik,sampai akhirnya,pembawa sendal ini bisa menggantikan Raja itu.Agak klise memang apabila dari status pembantu bisa menjadi majikan.Namun,itulah kisah nyata The Monkey King of Japan,Hideyoshi Toyotomi.Ada tiga tokoh utama di dalam novel ini: Oda Nobunaga, Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyasu. Jalan hidup ketiga orang ini layak untuk diamati dan diambil hikmatnya. Ada yang mati di tangan musuhnya, ada yang menjadi penguasa tertinggi Jepang, dan juga ada yang terpaksa mengakui keunggulan rivalnya. Walaupun saya sudah tahu bagaimana akhir ceritanya, namun proses menuju akhir cerita tersebut sangat menarik dan tidak membosankan. Terlebih lagi ketika Oda Nobunaga harus menemui ajalnya disaat cita-citanya baru setengah jalan. Kemudian suksesi kepemimpinan marga Oda yang penuh pertumpahan darah yang akhirnya dimenangkan Hideyoshi membuat bagian akhir novel ini menjadi begitu cepat

Ishaq: Kisah didalam buku ini mengajarkan kita tentang perjuangan dari titik nol. Dimana situasi perang yang penuh gejolak tidak menjadi hambatan dalam menjalani hidup, bahkan mengatasinya dengan beradaptasi dan merubah keadaan tersebut. Hideyoshi Toyotomi adalah sosok pemimpin yang cerdas dalam mengambil keputusan.

0 komentar: