Review Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur

Sabtu, 10 Desember 2011

Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur!

by Muhidin M. Dahlan

Dia seorang muslimah yang taat. Tubuhnya dihijabi oleh jubah dan jilbab besar. Hampir semua waktunya dihabiskan untuk sholat, baca al-qur’an dan berdzikir. Dia memilih hidup yang sufistik yang demi ghirah kezuhudannya kerap dia hanya mengkonsumsi roti ala kadarnya di sebuah pesantren mahasiswa. Cita-citanya hanya satu : untuk menjadi muslimah yang beragama secara kaffah.

Tapi di tengah jalan ia diterpa badai kekecewaan. Organisasi garis keras yang mencita-citakan tegaknya syariat islam di Indonesia yang di idealkannya bisa mengantarkannya berislam secara kaffah ternyata malah merampas nalar kritis sekaligus imannya. Setiap tanya yang dia ajukan dijawab dengan dogma yang tertutup. Berkali-kali di gugatnya kondisi itu tapi hanya kehampaan yang hadir. Bahkan Tuhan yang selama ini dia agung-agungkan seperti “lari dari tanggung jawab” dan “emoh” menjawab keluhannya.

Dalam keadaan kosong itulah dia terjerembab dalam dunia hitam. Ia lampiaskan frustasinya dengan free sex dan mengkonsumsi obat-obat terlarang. “Aku hanya ingin Tuhan melihatku. Lihat aku Tuhan! Kan kutuntaskan pemberontakanku pada-Mu!” katanya setiap kali usai bercinta yang dilakukannya tanpa ada secuilpun rasa sesal. Dari petualangan seksnya itu tersingkap topeng-topeng kemunafikan dari para aktivis yang meniduri dan ditidurinya – baik aktivis sayap kiri maupun sayap kanan (islam) – yang selama ini lantang meneriakkan tegaknya moralitas. Bahkan terkuak pula sisi gelap seorang dosen kampus Matahari terbit Yogyakarta yang bersedia menjadi germonya dalam dunia remang pelacuran yang ternyata anggota DPRD dari fraksi yang selama ini bersikukuh memperjuangkan tegaknya syariat islam di Indonesia.

Scripta Manent 2006

Hasanuddin: Buku yang aneh... Bombastis, liar tapi biasa (?). Ibarat... sudah jatuh ketimpa tangga, ada mobil lewat ketabrak trus dicakar-cakar anjing. Nah anjingnya ditembak ama Dinas Kesehatan Hewan cos dituduh nyabrin rabies (?).... Gagu dah jelasinnya...

Pera: I need 2 years to find this book, until a friend give it to me. Based by true story. The story is about a girl named Nidah Kirani who is looking for God. But she became disappointed to her "God" and became a prostitute as a revenge(?). The writer give so radical way to Nidah Kirani. That makes this Book being corius by reading the title.
But this book shows, that in looking for God, everybody can be lost. the clue that I like from this book is:
Test your believed!, or beware..it might be so fragile.

Harun: ”Beribadah itu pelan-pelan.. Jangan terburu-buru ingin melakukan segalanya. Yang penting kontinyu”(hal.29)

Pesan ini, menurut saya, telah mewakili keseluruhan buku ini. Jawaban ini juga yang akan saya berikan kepada Nidah Kirani,tokoh utama, jika saya bertemu dengannya. Saya tertarik membaca buku Muhidin M Dahlan ketika saya memandu sebuah diskusi pelarangan buku beberapa bulan yang lalu. Kebanyakan bukunya yang dihujat dan dilarang membuat rasa penasaran saya semakin besar.

Seminggu yang lalu akhirnya saya mendapatkan buku ini. Harapan saya begitu tinggi terhadap isi buku ini. Judul yang provokatif membuat saya mengangankan adanya pemikiran yang begitu kontroversial sehingga mampu membuat saya mempertanyakan keimanan saya. Namun, bab demi bab say abaca hingga titik akhir cerita tak kunjung membuat jiwa saya bergejolak.

Nidah Kirani, sosok manusia yang begitu besar keinginannya mengabdi terhadap Tuhan berakhir kepada kekecewaan. Saya melihat ada kekosongan begitu besar dalam diri Nidah. Ia tak sabar dalam mengisi kekosongannya. Ia menginginkan semua jawaban datang begitu cepat. Sehingga proses yang lambat dan sedikit masalah cukup membuat imannya goyah dan menyalahkan (si)apapun atas kekecewaannya.

Walaupun begitu, saya tak mengerti jika buku ini bisa menyinggung beberapa ulama dan orang yang katanya ahli agama. Menurut saya, dengan iman mereka yang seharusnya begitu kuat tak perlu merasa risih dan terganggu dengan isi buku ini. Saya setuju dengan Gus Muh bahwa terhasutnya seseorang ke jalan yang tidak baik karena buku ini bukanlah merupakan kesalahannya. Semua tergantung pembaca dan saya yakin pembaca bisa menentukan mana yang benar ataupun salah.

Selamat membaca!

Wenny: Melihat judul dari novel ini membuat aku tertarik untuk membacanya, apalagi setelah aku mengetahui bahwa novel ini adalah Sebuah kisah yang katanya merupakan kisah nyata perjalanan hidup seorang wanita sholehah yang akhirnya menjalani cerita hidup yang lain.
Cerita hidup yang dianggap begitu hina dan kotor oleh sebagian orang, yakni menjadi seorang pelacur.
Mmm..bingung komen apa yang harus diberikan untuk novel ini. bahasa novel ini begitu berani, sehingga membuat kontroversial.

Tapi yang pasti menurut aku, lebih baik novel ini jangan di baca oleh remaja yang masih mencari jati diri. karena takut nya mereka akan terbawa oleh kisah cerita ini, lalu mempraktekan dlm kehidupan mereka

Kerlip: Sore Kamis itu, sesampainya di Tobucil, saya kecewa berat karena ternyata kelas dibatalkan tanpa pemberitahuan. Jadi aku melunglai pergi dari situ. Bete langsung menyeruak begitu saja. Maklum punya sifat moody tingkat akut. Salah satu hal yang bisa mengurangi "bete barometerku" adalah pergi ke toku buku. Memborong buku. Jadi kayaknya aku lebih pantas disebut sebagai bookshopholic ketimbang kutu buku.

Kembali menyoal buku ini, sebetulnya buku Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! pernah menjadi perhatianku sejak penerbitannya yang pertama kali. Karena judulnya yang unik dan kontroversial. Tapi niat pembelian buku ini selalu urung dengan alasan, "Mau jadi Pelacur kok minta izin Tuhan?"
Kenapa harus minta izin? Gak konsisten!

Di sisi lain, aku memiliki sebuah analisa, bahwa setiap manusia di dunia ini, kemungkinan besar pernah berada di titik-titik kritis menuju pendewasaan agama. Titik kritis pertama adalah : Pencarian Terhadap Tuhannya.
Siapakah aku, untuk apa aku ada di dunia ini, sudah betulkah agama yang kuanut ini, de el el. Dan ketika pencarian ini menemukan titik temu, bisa dipastikan manusia ini akan menjadi lebih dekat kepada Tuhan. Karena ibadah apapun yang dilakukannya selama ini memiliki dasar yang lebih kuat. Karena kepercayaan yang dimiliki bukan lagi berupa catatan di KTP. Tapi sudah tercatat di dalam hati.
Akhir dari tahapan proses ini, si manusia akan mencurahkan seluruh jiwa dan raganya hanya untuk Yang Terkasih, Sang Penguasa Alam.

Titik Kritis kedua akan terjadi ketika, manusia ini sudah "merasa" melakukan apapun demi Dia, kemudian Dia mengecewakannya dengan cara yang paling tidak dimengertinya. Hal ini lah yang dialami oleh Kiran, tokoh cerita Memoar Luka Seorang Muslimah. Dan luka ini semakin menganga ketika tak ada seorang pun yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terus muncul dalam hatinya. Tidak juga jawaban dari Tuhan. Saya tadinya berharap, dengan membeli buku ini, semua jawaban penyelesaian masalah yang di hadapi oleh Kiran bisa didapat. Tapi saya lupa, buku ini adalah sebuah memoar yang di campur fiksi. Dan bukan tidak mungkin, sampai saat ini bukunya saya baca pun, seorang Kiran masih ada dalam dunianya tanpa jawaban.

Bahkan, saya masih tetap berharap penulis bisa memberikan surat penutup atas kedahagaan saya. Tapi ternyata tidak ada juga :( Ada sedikit kritikan yang ingin saya sampaikan terhadap buku ini, di beberapa pengadegan cerita, latar belakang kurang terceritakan dengan kuat sehingga, saya sering bertanya-tanya, apakah kekecewaan ini bisa membuat seorang manusia cukup marah kepada Tuhannya. Apakah kekecewaaan ini bisa membuat seorang manusia cukup beralasan untuk berontak dan menjadi pelacur? Apakah...? Apakah..? Dst, dst.

Paling salut dengan satu hal, penulis begitu berani untuk menuliskan kemarahan-kemarahan Kiran dengan sangat gamblang. Tidak semua orang sanggup dan bisa melakukan hal itu. Padahal salah satu modal penulis adalah "Jujur".
Dan kejujuran itulah yang saya temui di sini. Tanpa merasa takut dikecam atau dicemoohkan. Ada kutipan dari penulis di akhir buku yang saya sangat setuju banget :
"Iman yang tak digoncangkan, sepengetahuan saya adalah Iman yang rapuh, Iman yang menipu. Hati-Hati!"

Rina: "Biarlah aku hidup dalam gelimang api-dosa, sebab terkadang dosa yang dihikmati, seorang manusia bisa belajar dewasa" --> tapi endingnya ga oke, sama aja bergelimang dosa terooos, huh

Lamun: Ni buku kontroversial. Logika-logikanya di luar kebiasaan.Tapi, kalo kita buka pikiran kita dikit, kita bisa dapet maksud pengarangnya.

Jefree: menantang bentuk simbolik yang ada dalm agama. selama ini agama hanya di lihat pada dataran simbolik.orang yang berjilbab besar dianggap lebih islami.

Astrid: I shared the author's opinion of trying to see Islam from a critical point of view. It is an easy read but by no means an easy subject to digest.

Tami: Awalnya agak membosankan, tapi semakin lama.. Nggak bisa berhenti buat terus baca, akhir yang menggantung agak disayangkan.. Tapi Ini termasuk buku yang bagus buat saya.

Ice: Judulnya pasti bikin tersentak, apalagi covernya adalah siluet wanita berkerudung. Karena tertarik saya pun membeli dan membacanya sekitar dua tahun lalu (2006).
Hasilnya, Muhidin M Dahlan berhasil menyihir saya untuk terus membacanya. Gus Muh memang piawai menyihir pembacanya untuk terus membaca dan membaca. (Oya, buku ini pun dibaca oleh rekan saya (pimred Nyata), dan bos saya di Jawa Pos ternyata juga suka. Dia minta saya membelikan satu untuknya)
Saya terpesona dengan jalan pikiran tokoh utamanya, ternyata ada juga orang yang punya pola pikir seperti itu (saya sengaja nggak tulis, agar nggak jadi spoiler).
Lepas dari aneka kontroversi tentangnya, yah biarlah novel ini jadi dirinya sendiri. Apa adanya. Dan setiap orang pun bebas berapresiasi tentangnya, seperti setiap orang bebas untuk menulis ... asal tidak menghina baginda Nabi atau suatu agama saja hehehehe Oya buku ini apa seide dengan GOD"S CALL GIRL ya? Udah ada yang pernah baca?

0 komentar: