Selamat membaca!
BUKU WARISAN
Oleh Ramon Ella
Ganjil
Ingin sekali tidak kuceritakan kisah kecil ini hanya karena aku anak lelaki. Sebagaimana
remaja lelaki umumnya, aku malu jika kelihatan berada dekat ketiak ibu kami. Sebagian
besar, mungkin semua ibu di dunia ini tidak menyadari itu. Pikir mereka, lelaki
tetaplah bayi yang mereka susui. Bayi lelaki tidak pernah dewasa, dia selalu
membutuhkan susu. Sampai kapanpun, bayi lelaki membutuhkan kelonan perempuan. Mereka berbeda dengan bayi perempuan yang kelak
menghasilkan susu dan kelonan
sendiri. Entah sampai kapan bayi lelaki akan tetap disusui dan dikelon.
“Mungkin sampai dia mati,”
gerutu Alexander Remedial Pringgodigdoyo, kembaranku, ketika bemo langganan keluarga melaju cepat
dari mulut jalan.
Bocah-bocah lelaki berebutan
bergelantungan pada bemper belakang,
mulut bemo, ada yang nekat menjangkau
kaca jendela yang terbuka. Sang supir, masih lelaki kurus yang sama, tertawa,
sesekali memaki bebocah, tampak menikmati menjadi pusat perhatian dalam
kegembiraan ini.
Kalau tidak mendebat, bukan Alex
namanya.
“Kenapa Bapak tidak mau antar kita?”
Bapak adalah lelaki yang
mengkhususkan diri mengurusi negara sejak dia diangkat menjadi staf Kantor
Lurah. Dulu dia mengabdi di Kantor Kecamatan. Bapak menggeleng halus, itu bisa
diterjemahkan sebagai berikut: Bapak ingin tapi negara memanggil. Tidakkah
kalian ingat betapa pengorbanan pahlawan untuk Kemerdekaan kita sekarang? Kalau
bisa membalas jasa mereka, balaslah dengan tidak menggerutu. Dan lagi pula
bapak lebih suka menjadi orang di belakang layar daripada menjadi aktor. Bapak
bukannya malu atau malu-maluin tapi
dia bukan tipe orang yang sombong. Dia lebih suka mengurusi pembayaran uang
sekolah daripada memamerkan diri dan kekayaan yang dapat kami angkut ke Asrama
Saint Dominici selama Seleksi 3 hari nanti. Bisa jadi prinsip ini yang membuat
dia tetap setia pada partai Golongan Karya (Golkar) bahkan setelah Soeharto
lengser dan para Pegawai Negeri Sipil boleh memilih partai mana yang mereka
suka. Bahkan ketika bertahun-tahun kemudian, euforia Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri memenuhi nyaris seluruh kehidupan di
Iliman (kecuali gereja), bapak tetap mencoblos
Golkar, dalam pemilihan apapun. Semua orang tentu tahu, bapak adalah salah satu
kader Golkar yang tidak pernah mendapat apapun dari partai bahkan pada masa
pemerintahan Soeharto. Bapak adalah lelaki yang setia pada pilihannya, bukan
pada pemimpin, ketakutan, atau euforia.
Di kemudian hari, bertahun-tahun
setelah ini, ketika aku bekerja sebagai guru les privat murid SD kelas V, baru
aku temukan lelaki yang mirip bapak. Lelaki itu berdarah Belanda seperti bapak.
Membela negeri ini. Mendirikan Indische Partij bersama dua orang kawannya dan
menyebut dirinya orang Indonesia, orang Jawa. Dialah Ernest Francois Eugine
Douwes Dekker atau Danu Dirdjo Setya Budhi.