Tampilkan postingan dengan label Andrea Hirata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Andrea Hirata. Tampilkan semua postingan

Review Edensor

Senin, 16 Januari 2012


Edensor (Tetralogi Laskar Pelangi, Buku 3)

by Andrea Hirata

Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup

Bentang Pustaka 2007

Saya: saya membelinya setelah selesai membaca Sang Pemimpi, untuk koleksi pribadi kekasih saya yang orang sumatra itu...dia merasa ada hubungan kedaerahan antaranya dengan Andrea... saya membacanya tanpa henti, kecuali kantuk menyerang... buku ini seperti meyakinkan saya bahwa mimpi itu selalu bisa direalisasikan selama kita mau maju... tidak ada halangan yang bisa menghentikan terwujudnya impian kita kecuali kematian, bukan?

Vannya: Jarang menemukan suatu buku yang membuat saya ingin segera menyelesaikannya, buku ini termasuk kriteria yang jarang itu. Memang detil bukan "jualan utama" buku ini. Tapi penggambaran yg "memadai" disertai dengan alur yang cepat sangat sesuai dengan mood saya yang sedang jenuh dengan novel yang kadang2 terlalu mendramatisir sebuah petualangan. Yang jelas Andrea Hirata cerdas merangkai kata, banyak kalimat yang berima dan banyak metafora yang nyeleneh tapi "it's ok" dan kadang lucu. Saya paling suka ketika penulis mendeskripsikan teman2 kuliah Ikal dan Arai terutama deskripsi tentang The Pathetic Four, membuat saya terpingkal2... Saya memang rindu dengan tokoh yang tidak sempurna sehingga berasa lebih membumi,menggugah saya untuk dapat menertawakan diri sendiri... After all... Buku ini menghibur!

Sitty: Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.
-Arai-

Setangkup kalimat yang sarat makna ini, memulaikan semua cerita yang tertumpah dari torehan tinta indah Andrea Hirata. Buku Edensor, mungkin hanyalah secuil cerita pencapaian mimpi seorang anak Belitong yang tak terkotori rasa pesimistik. Di buku ini Andrea bertutur tentang perjalanannya bersama Arai, kerabat yang digambarkan sebagai seorang Partner in Crime. Sangat indah, di mana Andrea menggambarkan semua hikmah dalam kejadian di hidupnya. Ia bahkan menggambarkan seorang laki-laki dengan penyakit kelamin akut, sebagai pahlawan yang membawanya dalam penemuan secuil jati diri. Bagaimana ia dapat menghargai kehidupan lewat orang yang justru membenci kehidupan.

Tak hanya itu, Andrea juga menggambarkan perasaan dan cinta dengan unik di buku ini. Layaknya seorang laki-laki yang mencintai gadis secara rumit dan indah. Dan pertemuannya dengan kondisi di mana cinta hanya diumpamakan sebagai remote TV. Andrea Hirata adalah pemimpi sejati, dan buku ini berakhir di Edensor, mimpi paling tinggi yang meluncur dari bibir indah A ling, cinta pertamanya. Buku ini sangat layak baca, betapa mengagumkan di mana tulisan dan rangkaian kata-kata dapat menggambarkan mimpi-mimpi yang menjadi nyata. Andrea dan Arai berani bermimpi, dan Tuhan benar-benar memeluk mimpi itu.

Bagi mereka yang ingin belajar bermimpi, seperti saya. Buku ini bukan hanya cocok sebagai teman minum kopi, tapi sahabat dikala detik-detik waktu terkosongkan dari rutinitas.

Atau seperti saya, buku ini sudah menjadi bagian dari rutinitas

Nizam: Edensor, novel ketiga dari Andrea Hirata, penulis yang mencipta fenomena baru di Indonesia selepas Habiburahhman dengan Ayat-Ayat Cinta. Di dalam Edensor, di perincikan perjalanan dua manusia tegar-Ikal & Arai-ke wilayah yang penuh dengan pancasila ilmu tinggi, Sorbonne,Perancis. Dua insan ini bersatu dan membentuk gugusan baru setelah melalui tempoh perit mengejar mimpi seperti yang di tulis di dalam novel Sang Pemimpi.

Pengalaman Ikal dan Arai yang terpaksa berdepan dengan kejutan budaya dan pertembungan budaya yang pelbagai dalam satu matlamat yang sama. Perjalanan mereka di selangi dengan pelbagai sifat manusia yang kadang-kala aneh dan menakutkan dan kadangnya melucukan. Impian untuk menjejak bumi Afrika dan misi mencari A Ling terhampar dan kemas di pacukan mereka berdua walau akhirnya hanya tinggal Ikal keseorangan setelah Arai mengalami masalah kesihatan dan terpaksa kembali ke Belitong.

Novel tulisan Herriot pemberian A Ling yang di baca Ikal berulang kali dan menemukan beliau dengan daerah Edensor pada takat khayalan akhirnya di jelmakan secara nyata dan daerah yang penuh dengan keindahan itu benar-benar wujud

Irwan: Buku ini sedikit lebih "berdaging" dibandingkan Sang Pemimpi. Saya paham betul dengan semangat tetralogi ini yang ingin memberikan motivasi. Tapi ada detil2 yang kurang meyakinkan. Seperti kejadian harus terlunta-lunta di luar, suhu minus 15 derajat, hingga harus gunakan humus untuk bertahan hidup. Kalo ini kejadiannya di Norway mungkin aku percaya, karena minus 15 derajat sering terjadi di musim dingin. Tapi kalo di Belanda, rasa2nya agak berlebihan. Kalo memang terjadi begitu, di norway datang saja ke stasiun atau gas station, gak usah sampai dramatis begitu. Apa emang begitu ya di Belanda?

Trus mengenai karakter2 dalam kelasnya, tampak sekali stereotipnya. Mungkin sang penulis dalam hal ini atau penggambaran pengalaman luar negeri secara umum terjebak dalam sudut pandang "indonesia" yang diterapkan pada karakter2 asing yang dilihatnya. Ini memang tidak terhindarkan, tapi kalau diimbangi dengan detil2 yang personal dari karakter tersebut - detil yang tidak stereotipikal kebangsaan - mungkin karakternya jadi lebih utuh dan believable.

Ratna: Barangkali karena memang novel yg satu ini dimaksudkan sebagai mozaik, awalnya masing2 bab terasa lepas satu sama lain. Cerita-cerita lepas ini baru terasa utuh ketika sudah mendekati akhir.

Ada beberapa keanehan yang, kalau mau diteliti, bisa jadi mengganggu. Cerita tentang terpaksa semalaman di luar saat hujan salju di hari pertama mereka di Brugge misalnya. Memang kesalahan administrasi seperti itu bisa terjadi, memang benar kalau orang2 di sana jauh lebih individualistis. Tapi tetap saja.... masa sih ada Mr van der Wall yang sampai segitunya. Masa sih mereka ngga mampu menemukan jalan balik ke stasiun atau menemukan penginapan. Brugge itu sangat kecil, desa turis dan tempat tujuan wisata terkenal. Mungkin yg dipentingkan di sini memang momen kecerdasan Arai yg menggunakan humus utk menyelamatkan Ikal. Tapi mbok ya dipilih lokasi lain yg lebih terisolir gitu lho, biar lebih masuk akal.

Awalnya saya kira lokasi Brugge dipilih krn si pengarang akan mengeksplorasi suasananya (karena memang Brugge ini medieval village yg benar2 indah). Tapi ternyata tidak. Malah jadi aneh rasanya, kenapa mereka diberi akomodasi di Brugge yg jaraknya hampir 100 km dr Brussel, lokasi “supervisi” pertama mereka. Utk ukuran Eropa, jarak tempuh 1 jam lebih berkereta ini sangat jauh, padahal pasti ada banyak akomodasi lain yg bisa disewakan utk seminggu di sekitar atau di Brussel sendiri.

Beberapa lokasi lain yang disebutkan dalam novel ini juga kurang akurat. Tapi ya sudahlah. Mungkin memang sebaiknya novel ini dinikmati saja alurnya, tanpa harus terlalu memusingkan detil-detil. Karena terlepas dari segala keanehan tersebut, kisah pencarian dan petualangan Ikal ini asyik sekali untuk diikuti. Menarik sekali ide menjadi manusia patung serupa pasangan putri duyung tersebut. Dengan asesoris dan pose yg diceritakan, bisa dibayangkan mereka akan benar2 mencuri perhatian penonton.

Andrea Hirata rasanya kurang banyak mengeksplorasi suasana2 yg diceritakan di novel ini. Mungkin karena terlalu banyak tempat dan kesan yg ingin disebutkan. Misalnya, bagaimana pembaca bisa ikut membayangkan keunikan Ponte Vechio dan ikut merasakan kenapa si tokoh sangat ingin tampil di jembatan tersebut. Di sisi lain, yg diceritakan si pengarang memberikan nuansa yg berbeda. Bahkan seandainya tempat2 tsb sudah pernah dikunjungi, membaca kisah Ikal seperti memandang semuanya dg kaca mata yg berbeda, seperti mengalami petualangan yg baru dan segar.

Suka banget dengan ide mencari A Ling sampai jauh ke Afrika, suka dengan ide “berupaya sekuat tenaga menemukan sesuatu, namun hasilnya nihil, maka sebenarnya kita telah menemukan apa yang kita cari dalam diri kita sendiri”. Suka dengan sindiran dan humor yg diselipkan di sana-sini. Suka dengan penutupnya yg manis, di mana Ikal tanpa sengaja menemukan Edensor, di tempat yg awalnya tidak bisa dia lihat keindahannya.

Karena, bagaimanapun juga, nikmat membaca novel ini, ya bintang 4 deh :)

Dita: Ternyata ekspetasi saya salah. Saya kira, ini hanya akan menjadi another 'Laskar Pelangi'. Tapi ternyata, Andrea Hirata mampu bertutur memikat melalui buku ini. Semangatnya meraih mimpi, dan latar belakang berbagai kebudayaan membuat kisahnya di Edensor menarik untuk diikuti. Saya suka.

Lomba Mengarang Bebas

Selasa, 11 Oktober 2011

Lomba Mengarang Bebas!

Lomba ini adalah kegiatan iseng-iseng saya untuk memberikan sebuah hadiah kecil bagi kamu-kamu yang tertarik ingin memiliki hadiah kecil ini. **masih rahasia, apa hadiahnya**

Saya sangat menyukai novel-novel Andrea Hirata, kamu-kamu juga mungkin menyukai salah satu dari 8 novel karya Andrea Hirata. Sebut saja Laskar Pelangi dan yang terbaru, Sebelas Patriot.

Nah, oleh karena itu, mungkin kamu ingin membuat sebuah karangan bebas tentang salah satu novel Andrea Hirata atau tentang Andrea Hirata sendiri, tidak jadi masalah. Yang penting, ingat, karangan bebasnya terdiri dari 2 paragraf, bersifat motivasi, nasionalis kalau perlu, dan ceria!

Sebaiknya saya tidak bertele-tele lagi, bagi seorang pemenang lomba, akan dikirimkan sebuah CD Andrea Hirata ‘n Band The Gila Bola Original.

_terimaKasih, selamatMengarang_

Preview Novel Sebelas Patriot Part 2

Sabtu, 27 Agustus 2011

Ika Karunia Purnamasari: menceritakan tentang hubungan anak dan ayahnya. Terkesan. Sederhana tapi dalam, dan gak nyangka, cerita bung andrea dramatis juga ya, tadinya kurang percaya seandainya tidak dicantumkan berbagai posenya demi hadiah untuk ayah tercinta, dimana dia rela menjadi buruh dalam perjalanan backpackernya. salute!

buku tipis bergizi, hanya 100 halaman, yang saya khatamkan diatas kereta ekonomi dalam perjalanan, mengesankan teman! tentang cinta anak kepada ayahnya, rakyat pada bangsanya dan kami (termasuk saya) yang masih selalu memberikan kepercayaan penuh untuk sepakbola Indonesia,
yooo, semangat Arif Suyono, eh salah, tim PSSI maksudnyaa, haha :)

kutipan favorit saya:
“Prestasi tertinggi seseorang, medali emasnya, adalah jiwa besarnya.”

Ayah adalah sebuah pesona dalam keheningan. Di dunia ini pasti hanya aku yang tahu nama klub dan pemain sepak bola kesayangannya. Aku bertanya terus, tapi sunyi, sepi, senyap.
Karena dari kisah di kampungku, aku telah mengetahui bahwa sepak bola pernah menjadi lambang pemberontakan demi kemerdekaan. Seandainya sepak bola memang memiliki jiwa, maka jiwa sepak bola adalah patriotisme. Cinta sepak bola, adalah cinta buta yang paling menyenangkan.
----------------------------------------------------------------------------------
“Begitu besar cinta, begitu singkat waktu, begitu besar kecewa, lalu tak ada hal selain menunggu pertandingan berikutnya, lalu bergembira lagi. Sepak bola adalah satu-satunya cinta yang tak bersyarat di dunia ini”
Aku terperangah.
“Pahamkah kau maksudnya?”
Barangkali aku tak langsung paham tapi aku mengangguk. Tak mau kurendahkan intelejensia dari percakapan ini. Kurenungkan sebentar, bahwa cinta bagi kebanyakan perempuan adalah dedikasi dalam waktu yang lama, tuntutan yang tak ada habis-habisnya sepanjang hayat, dan semua pengorbanan itu tak jarang berakhir dengan kekecewaan yang besar. Demikian kesimpulanku atas jawaban Adriana. Bagi perempuan ini, mencintai sepak bola adalah seluruh antitesis dari susahnya mencintai manusia. Sungguh mengesankan.

---------------------------------------------------------------------------------
Pengalaman menonton sepak bola di negeri orang memberiku penghayatan yang lebih dalam tentang arti mencintai PSSI dan makna mencintai tanah air. Berada di antara masyarakat yang asing, nun jauh dari kampung sendiri, menyadarkanku bahwa Indonesia, bangsaku, bagaimanapun keadaannya, adalah tanah mutiara dimana aku telah dilahirkan. Indonesia adalah tangis tawaku, putih tulangku, merah darahku, dan indung nasibku. Tak ada yang lebih layak kuberikan bagi bangsaku selain cinta, dan takkan kubiarkan lagi apapun menodai cinta itu, tidak juga karena ulah para koruptor yang merajalela, biarlah kalau tidur mereka didatangi kuntilanak sumpah pocong.

Jika ada hal lain yang sangat menakjubkan di dunia ini selain cinta, adalah sepak bola

Rahmadiyanti Rusdi: Saya rasa sebagian besar pembaca buku-buku Andrea Hirata sepakat bahwa salah satu kekuatan Andrea adalah metafor-metafor jenaka yang banyak bertebaran di bukunya, meski kadang agak lebay ;D. Tapi tidak di buku ini. Tak banyak metafor-metafor jenaka tersebut, meski kejenakaan Andrea mengemas narasi tetap mengundang senyum (soal melatih kaki kiri misalnya)

Ceritanya sendiri seperti fragmen dari Laskar Pelangi. Ikal kecil bermimpi menjadi pemain sepak bola yang bermain untuk tim nasional, terutama sejak ia tahu kalau sang ayah ternyata pernah menjadi pemain sepak bola zaman Belanda, dan pernah menang melawan tim ambtenaar. Sayang cita-cita Ikal kandas pada tahap seleksi tingkat nasional. Kemudian cerita melompat ke bagian "Edensor", eh maksudnya saat Ikal menuntut ilmu di Eropa. Di bagian inilah, buat perempuan yang suka bola (seperti saya--tapi nggak fanatik kok :), plus pecinta klub Real Madrid dan Luis Figo seakan menemukan "bonding".

Ya ampuuun, saya teriak dalam hati, ternyata ayahnya Ikal sama kayak saya, pecinta Real Madrid dan Luis Figo (plus Raul, plus Casillas--itu saya hahaha!). Ahaayyy!

Jadi, nikmati saja buku tipis ini. Sederhana, tapi cukup menggugah semangat.

Quote yang saya suka:
- Menggemari tim sepak bola negeri sendiri adalah 10% mencintai sepak bola dan 90% mencintai tanah air.
- Cinta bagi kebanyakan perempuan adalah dedikasi dalam waktu yang lama, tuntutan yang tak ada habisnya sepanjang hayat, dna semua pengorbanan itu tak jarang membuahkan kekecewaan yang besar.

Preview Novel Sebelas Patriot Part 2

Ika Karunia Purnamasari: menceritakan tentang hubungan anak dan ayahnya. Terkesan. Sederhana tapi dalam, dan gak nyangka, cerita bung andrea dramatis juga ya, tadinya kurang percaya seandainya tidak dicantumkan berbagai posenya demi hadiah untuk ayah tercinta, dimana dia rela menjadi buruh dalam perjalanan backpackernya. salute!

buku tipis bergizi, hanya 100 halaman, yang saya khatamkan diatas kereta ekonomi dalam perjalanan, mengesankan teman! tentang cinta anak kepada ayahnya, rakyat pada bangsanya dan kami (termasuk saya) yang masih selalu memberikan kepercayaan penuh untuk sepakbola Indonesia,
yooo, semangat Arif Suyono, eh salah, tim PSSI maksudnyaa, haha :)

kutipan favorit saya:
“Prestasi tertinggi seseorang, medali emasnya, adalah jiwa besarnya.”

Ayah adalah sebuah pesona dalam keheningan. Di dunia ini pasti hanya aku yang tahu nama klub dan pemain sepak bola kesayangannya. Aku bertanya terus, tapi sunyi, sepi, senyap.
Karena dari kisah di kampungku, aku telah mengetahui bahwa sepak bola pernah menjadi lambang pemberontakan demi kemerdekaan. Seandainya sepak bola memang memiliki jiwa, maka jiwa sepak bola adalah patriotisme. Cinta sepak bola, adalah cinta buta yang paling menyenangkan.
----------------------------------------------------------------------------------
“Begitu besar cinta, begitu singkat waktu, begitu besar kecewa, lalu tak ada hal selain menunggu pertandingan berikutnya, lalu bergembira lagi. Sepak bola adalah satu-satunya cinta yang tak bersyarat di dunia ini”
Aku terperangah.
“Pahamkah kau maksudnya?”
Barangkali aku tak langsung paham tapi aku mengangguk. Tak mau kurendahkan intelejensia dari percakapan ini. Kurenungkan sebentar, bahwa cinta bagi kebanyakan perempuan adalah dedikasi dalam waktu yang lama, tuntutan yang tak ada habis-habisnya sepanjang hayat, dan semua pengorbanan itu tak jarang berakhir dengan kekecewaan yang besar. Demikian kesimpulanku atas jawaban Adriana. Bagi perempuan ini, mencintai sepak bola adalah seluruh antitesis dari susahnya mencintai manusia. Sungguh mengesankan.

---------------------------------------------------------------------------------
Pengalaman menonton sepak bola di negeri orang memberiku penghayatan yang lebih dalam tentang arti mencintai PSSI dan makna mencintai tanah air. Berada di antara masyarakat yang asing, nun jauh dari kampung sendiri, menyadarkanku bahwa Indonesia, bangsaku, bagaimanapun keadaannya, adalah tanah mutiara dimana aku telah dilahirkan. Indonesia adalah tangis tawaku, putih tulangku, merah darahku, dan indung nasibku. Tak ada yang lebih layak kuberikan bagi bangsaku selain cinta, dan takkan kubiarkan lagi apapun menodai cinta itu, tidak juga karena ulah para koruptor yang merajalela, biarlah kalau tidur mereka didatangi kuntilanak sumpah pocong.

Jika ada hal lain yang sangat menakjubkan di dunia ini selain cinta, adalah sepak bola

Rahmadiyanti Rusdi: Saya rasa sebagian besar pembaca buku-buku Andrea Hirata sepakat bahwa salah satu kekuatan Andrea adalah metafor-metafor jenaka yang banyak bertebaran di bukunya, meski kadang agak lebay ;D. Tapi tidak di buku ini. Tak banyak metafor-metafor jenaka tersebut, meski kejenakaan Andrea mengemas narasi tetap mengundang senyum (soal melatih kaki kiri misalnya)

Ceritanya sendiri seperti fragmen dari Laskar Pelangi. Ikal kecil bermimpi menjadi pemain sepak bola yang bermain untuk tim nasional, terutama sejak ia tahu kalau sang ayah ternyata pernah menjadi pemain sepak bola zaman Belanda, dan pernah menang melawan tim ambtenaar. Sayang cita-cita Ikal kandas pada tahap seleksi tingkat nasional. Kemudian cerita melompat ke bagian "Edensor", eh maksudnya saat Ikal menuntut ilmu di Eropa. Di bagian inilah, buat perempuan yang suka bola (seperti saya--tapi nggak fanatik kok :), plus pecinta klub Real Madrid dan Luis Figo seakan menemukan "bonding".

Ya ampuuun, saya teriak dalam hati, ternyata ayahnya Ikal sama kayak saya, pecinta Real Madrid dan Luis Figo (plus Raul, plus Casillas--itu saya hahaha!). Ahaayyy!

Jadi, nikmati saja buku tipis ini. Sederhana, tapi cukup menggugah semangat.

Quote yang saya suka:
- Menggemari tim sepak bola negeri sendiri adalah 10% mencintai sepak bola dan 90% mencintai tanah air.
- Cinta bagi kebanyakan perempuan adalah dedikasi dalam waktu yang lama, tuntutan yang tak ada habisnya sepanjang hayat, dna semua pengorbanan itu tak jarang membuahkan kekecewaan yang besar.