Tampilkan postingan dengan label Novel 2003. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Novel 2003. Tampilkan semua postingan

Review Taiko

Sabtu, 18 Februari 2012



Taiko (Indonesian edition)

by Eiji Yoshikawa, Hendarto Setiadi (Translator)

Edisi Bahasa Indonesia dari Taiko: An Epic Novel of War and Glory in Feudal Japan

Dalam pergolakan menjelang dekade abad keenam belas, Kekaisaran Jepang menggeliat dalam kekacau-balauan ketika keshogunan tercerai-berai dan panglima-panglima perang musuh berusaha merebut kemenangan. Benteng-benteng dirusak, desa-desa dijarah, ladang-ladang dibakar.

Di tengah-tengah penghancuran ini, muncul tiga orang yang bercita-cita mempersatukan bangsa. Nobunaga yang ekstrem, penuh karisma, namun brutal; leyasu yang tenang, berhati-hati, bijaksana, berani di medan perang, dan dewasa. Namun kunci dari tiga serangkai ini adalah Hideyoshi, si kurus berwajah monyet yang secara tak terduga menjadi juru selamat bagi negeri porak-poranda ini. Ia Lahir sebagai anak petani, menghadapi dunia tanpa bekal apa pun, namun kecerdasannya berhasil mengubah pelayan-pelayan yang ragu-ragu menjadi setia, saingan menjadi teman, dan musuh menjadi sekutu. Pengertiannya yang mendalam terhadap sifat dasar manusia telah membuka kunci pintu-pintu gerbang benteng, membuka pikiran orang-orang, dan memikat hati para wanita. Dari seorang pembawa sandal, ia akhirnya, menjadi Taiko, penguasa mutlak Kekaisaran Jepang.

Taiko merupakan karya besar Eiji Yoshikawa, penulis bestseller internasional, yang berisi pawai sejarah dan kekerasan, pengkhianatan dan pengorbanan diri, kelembutan dan kekejaman. Sebuah epik yang menggambarkan kebangkitan feodal Jepang secara nyata.

Gramedia Pustaka Utama 2003

Saya: Baca lagi dalam versi buku tebal

Dhieta: Novel ini mengambil seting Jepang zaman dahulu ketika keshogunan dalam masa kritis dan peperangan perebutan kekuasaan terjadi di mana – mana. Cerita dimulai dari tahun Temmon kelima, 1536, yaitu masa ketika Kinoshita Hiyoshi menjalani masa kanak – kanaknya yang berat. Setelah ayahnya meninggal, ibu Hiyoshi menikah dengan Chikuami. Hubungan Hiyoshi dengan ayah tiri yang memanggilnya Saru ini tidak baik, sehingga Hiyoshi dikirim ke kuil untuk belajar, namun dipulangkan karena berbuat kenakalan. Akhirnya Hiyoshi mengembara mencari pengalaman dengan berjualan jarum. Dalam perjalanan ini ia mengalami berbagai hal yang membuatnya belajar mengenai sifat manusia. Dari seorang yang sederhana, berkat kecerdikan dan ketulusannya Hiyoshi memperoleh kepercayaan dari orang – orang, sampai ia menjadi kepercayaan Oda Nobunaga. Sedemikian dalam kepercayaan Nobunaga padanya sampai – sampai Hiyoshi yang namanya menjadi Toyotomi Hideyoshi dianugerahi daerah dan kekuasaan militer. Sebagai tangan kanan Nobunaga, Hideyoshi berjumpa dengan banyak orang penting yang kelak berperan besar dalam sejarah Jepang, salah satunya adalah Tokugawa Ieyasu.

Nobunaga, Ieyasu, dan Hideyoshi bertemu dalam masa kekacauan. Ketiganya sama – sama ingin menyatukan Jepang, namun siapa di antara mereka yang berhasil mewujudkan impian tersebut ?

Ketiga tokoh tersebut merupakan tokoh penting dalam sejarah keshogunan Jepang. Kepribadian mereka diabadikan dalam senryu (comic haiku) berikut : “Nakanunara, koroshiteshimae, hototogisu. Nakanunara, nakashitemiseyou, hototogisu. Nakanunara, nakumadematou, hototogisu”. Arti dari haiku tersebut adalah “Jika burung tekukur tidak mau berkicau, bunuh saja. Jika burung tekukur tidak mau berkicau, buatlah ia ingin berkicau. Jika burung tekukur tidak mau berkicau, tunggulah.” Haiku tersebut melukiskan Nobunaga yang kejam , Hideyoshi yang cerdas, lalu Ieyasu dengan kesabarannya.

Taiko yang berjudul asli Taiko Ki merupakan buah karya novelis legendaris Yoshikawa Eiji. Novelis bernama asli Yoshikawa Hidetsugu ini dilahirkan pada 11 Agustus 1892 di prefektur Kanagawa. Ketertarikannya pada sastra dimulai pada usia belia 18 tahun, namun beliau benar – benar terjun dalam dunia tulis – menulis setelah menjadi juara pertama lomba penulisan novel Kodansha pada tahun 1914 dengan karya The Tale of Enoshima. Beliau bergabung dengan koran Maiyuu dan menulis serial Life of Shinran di koran tersebut. Karya berjudul Miyamoto Musashi yang ditulisnya tahun 1915 membuat namanya dikenal sebagai penulis novel fiksi histori. Beliau terpengaruh oleh karya – karya sastra kuno seperti Sānguó Y
ǎnyì (Romance of Three Kingdoms), Heike Monogatari (The Tale of Heike) , Hikaru Genji Monogatari (The Tale of Genji), dan Shu¡hû Zhuàn (Outlaws of The Marsh). Sebelum meninggal pada 7 September 1962, beliau pernah mendapat penghargaan Cultural Order of Merit, the Order of the Sacred Treasure, dan Mainichi Art Award. Yoshikawa - sensei telah menulis puluhan cerita fiksi, beberapa di antaranya adalah Edo Sangokushi, Sangokushi (penulisan ulang Romance of Three Kingdoms), Uesugi Kenshin, Ooka Echizen, Shin Suikoden (penulisan ulang Outlaws of The Marsh), Shin Heike Monogatari (penulisan ulang The Tale of Heike) , dan masih banyak lagi.

Sekitar tahun 90 – an novel Taiko pernah dirilis sejumlah sepuluh volume sebelum digabung menjadi satu buku seperti versi baru. Bentuk buku yang tebal dan jumlah halaman mungkin membuat beberapa orang sudah merasa malas duluan untuk membacanya. Saya mungkin tidak akan pernah membaca Taiko jika belasan tahun lalu saya yang masih SD disodori buku setebal ini. Terjemahan novel Taiko sangat baik, bahasa yang digunakan tidak begitu rumit sehingga enak dibaca serta mudah dimengerti. Plot cerita yang kuat dan karakterisasi yang tergali dengan baik membuat penulis betah membaca buku ini dari awal sampai akhir hampir tanpa jeda. Selain itu, peristiwa – peristiwa bersejarah serta kemunculan tokoh – tokoh sejarah dalam novel ini merupakan daya tarik bagi penggemar sejarah Jepang. Bahkan bagi pembaca yang bukan penggemar sejarah, novel ini tetap menarik karena menyajikan ajaran filosofis, intrik politik, dan taktik perang zaman dulu. Oleh karena itu jangan gentar duluan melihat tebalnya buku, cobalah membaca perlahan dan kamu akan terbawa dalam suasana Jepang pada ratusan tahun yang lalu.

Farhan: Based on true story of Hideyoshi, the taiko, the ruler of japan on behalf of the emperor at feudal era.

A fascinating story about a person who struggles from zero to hero, and yet still very "human" which his strengths and weaknesses.

This book, together with "Musashi", indeed made me, until now, eager to learn anything related with japan. its culture, spirit, people, way of life, language...anything.
Not mentioning that currently I am working in a japanese company :)

Isnaini: Whuahhh,,,hilang semua review gara2 inet ngerror :(
Padahal udah nulis panjang bangettttt.... T,T Jadi singkat ajah lah.... bagaimana jika seekor burung berkicau?
Nobunaga menjawab "Bunuh saja!" Hideyoshi menjawab "Buat burung itu ingin berkicau" Ieyasu menjawab "Tunggu"

dari jawaban ketiga orang tersebut terlihat bagaimana sifat ketiga tokoh besar zaman keshogunan Jepang tersebut.

Oda Nobunaga, sang penguasa Oda, brutal, gegabah, tegas
Dalam menjalankan strategi militer dia mengandalkan keberaniannya. Tanpa pikir panjang dia akan segera menyerbu musuhnya. Dalam masa kepemimpinannya rakyat dalam kondisi makmur. Sampai akhirnya dia dibunuh oleh Akechi Mitsuhide, salah satu pengikutnya yang berkhianat.

Toyotomi Hideyoshi, sang Taiko, cerdik, sederhana, halus, dan kompleks.Perjalanannya sampai puncak tertinggi dalam penyatuan Jepang benar-benar berawal dari bawah. Mulai dari pembawa sendal Nobunaga, pengurus dapur dan kandang sampai menjadi seorang komandan militer. Hideyoshi lebih menyukai diplomasi daripada cara militer. Dia lebih memilih merangkul semua provinsi untuk bersatu meskipun akan mengalami proses yang lama daripada menjalankan militer.

Yang saya suka dari si Hideyoshi adalah ketulusan dan kesetiaannya. Ketulusannya dalam menjalankan semua pekerjaannya tak terlepas dari kesetiaannya terhadap junjungannya, Oda Nobunaga. Dalam suasana perang yang penuh tipu muslihat dia mengandalkan kejujuran dan komunikasi dari hati ke hati. Untuk membangkitkan semangat para bawahan dia menerangkan kepada mereka akibat-akibat yang akan mereka dapat jika mereka tidak melaksanakan tugas mereka sesuai perintah atasan. Karena apa yang diperintah oleh atasan akan memberikan keuntungan pada mereka juga.

Tokugawa Ieyasu, tenang, sabar, dan penuh perhitungan. Ieyasu tidak terlalu memikirkan peperangan yang terjadi di luar sana. Dia hanya memikirkan kesejahteraan daerah kekuasaannya. Meskipun dia juga akan megerahkan pasukannya jika Nobunaga, yang merupakan sekutu Ieyasu, meminta bantuan dalam peperangan. Pertempurannya dengan Hideyoshi juga terjadi karena permintaan Nobuo, anak Nobunaga. Sikap Ieyasu yang tenang dan penuh perhitungan menjadikan dia menjadi lawan yang sepadan untuk Hideyoshi. Dan pada akhirnya semua pertempuran berakhir dengan perjanjian damai karena Nobuo melakukan perdamaian dengan Hideyoshi.

Yang saya suka ketika membaca kisah Jepang Klasik adalah sikap para samurai yang memegang teguh Janji Samurai. Kesetiaan, tanggung jawab, harga diri.. Setidaknya dengan membaca novel ini saya jadi ngeh dengan sejarah yang satu ini. Soalnya dari dulu sering denger soal Nobunaga, Hideyoshi, Ieyasu di komiknya si Conan tapi tetep gak ngerti hubungan antara mereka. Sampai saya baca novel ini dan,,yah saya jadi tahu hubungan yang terjadi antara ketiga orang ini. Sejarah akan lebih mudah diingat jika disajikan dalam bentuk novel..:D Eh, tapi tetep saya masih suka perjalanannya si Mushashi. Si samurai bebasss.....:D

Shan: Antara Taiko dan Inggit Ganarsih
Taiko, julukan bagi Kinoshita Hideyoshi, telah menjadi pembicaraan yang legendaris. Bagaimana seorang Taiko yang dulunya hanya anak petani miskin berwajah monyet, akhirnya mengubah tak hanya hidupnya tapi juga seluruh Jepang. Figur Taiko yang bisa mengubah dirinya dengan belajar dengan tekun membuatku terkagum-kagum, sampai aku berjanji aku harus bisa seperti Hideyoshi: nggak kenal lelah, nggak kenal waktu, aku bakal terus belajar.

Novel setebal 1142 halaman ini terus kubuka karena penasaran pada sepak terjang Hideyoshi yang berikutnya. Aku akhirnya menemukan kekecewaan terbesar pada buku ini. Bukan karena Taiko karangan Eiji Yoshikawa terlalu mirip buku sejarah, tapi karena sikap Hideyoshi yang benar-benar nyata… dan dulu sekali terjadi.

Dikisahkan Hideyoshi memulai karir kesamuraiannya dengan lumayan mulus, hingga akhirnya dia jatuh cinta pada anak seorang samurai yang lebih senior. Keberuntungan berpihak pada Hideyoshi, karena akhirnya ia dapat mempersunting Nene.
Beberapa bab berlalu, dan secara implisit dikisahkan Hideyoshi mempunyai seorang gundik bernama Oyu, adik Takenaka Hanbei yang jadi anak buah Hideyoshi. Aku tersentak kaget. Romansa memang bukan menu utama buku ini, tapi dengan cepat imajinasiku berkelebat ke hubungan ketiga orang itu. Bagaimanakah perasaan Nene? Seandainya dia tahu dan diam saja, apakah lumrah bagi lelaki saat itu untuk bergundik ria? Apakah Hideyoshi lupa cara mencintai? Apakah Oyu tidak merasa bersalah?

Aku teringat pada Inggit Ganarsih yang akhirnya ditinggalkan Bung Karno, setelah 20 tahun menemani. Membaca laporan Bre Redhana tentang pementasan monolog Inggit yang dibawakan Happy Salma, aku mendapat kesan bahwa cinta Inggit dinilai suci dan selamanya, dan Bung Karno adalah sebuah kesalahan.

Bung Karno, mirip dengan Hideyoshi, telah menduakan... Aku tahu Bung Karno adalah pemimpin yang sangat luar biasa. Tidak bisa dibandingkan dengan penerus-penerusnya. Tapi, apakah karena kedudukan, Hideyoshi dan Bung Karno dapat membenarkan tindakan mereka? Ada harga untuk tiap perbuatan manusia. Inggit yang menceraikan suaminya dan memilih Bung Karno, akhirnya dikecewakan. Bung Karno sendiri…akhirnya ditinggalkan Fatmawati. Entah bagaimana Hideyoshi dan Nene… aku harap ada keadilan untuk Nene. Entah bagaimana rumitnya percintaan di antara anak manusia, tapi kalimat ‘segalanya sah dalam perang dan cinta’, bagiku hanya pembenaran egoistis mereka-mereka yang tidak peduli perasaan. Seberapa besarkah harga perasaan untukmu?

Esti: Another history of samurai. Kalo di Musashi kita bener2 diajak untuk menyelami kehidupan seorang samurai pengembara, di buku ini lebih kepada sisi politis dan diplomatis seorang samurai.
Dari seorang yang bukan apa2 sampai jadi penguasa negeri.
Banyak intrik, banyak tokoh (jadi suka lupa yg mana..), banyak kisah, tapi menarik.

Anton: HEI Novel ini adalah buku ajaib di dunia (salah satunya) bukan cuma ceritanya tapi juga karakter-karakternya.
Novel buatan Eiji Yoshikawa ini membawa pembacaya menuju sebuah cerita panjang seorang pembawa sendal sang Raja dari sejak ia kecil,kisah percintaannya,politik,sampai akhirnya,pembawa sendal ini bisa menggantikan Raja itu.Agak klise memang apabila dari status pembantu bisa menjadi majikan.Namun,itulah kisah nyata The Monkey King of Japan,Hideyoshi Toyotomi.Ada tiga tokoh utama di dalam novel ini: Oda Nobunaga, Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyasu. Jalan hidup ketiga orang ini layak untuk diamati dan diambil hikmatnya. Ada yang mati di tangan musuhnya, ada yang menjadi penguasa tertinggi Jepang, dan juga ada yang terpaksa mengakui keunggulan rivalnya. Walaupun saya sudah tahu bagaimana akhir ceritanya, namun proses menuju akhir cerita tersebut sangat menarik dan tidak membosankan. Terlebih lagi ketika Oda Nobunaga harus menemui ajalnya disaat cita-citanya baru setengah jalan. Kemudian suksesi kepemimpinan marga Oda yang penuh pertumpahan darah yang akhirnya dimenangkan Hideyoshi membuat bagian akhir novel ini menjadi begitu cepat

Ishaq: Kisah didalam buku ini mengajarkan kita tentang perjuangan dari titik nol. Dimana situasi perang yang penuh gejolak tidak menjadi hambatan dalam menjalani hidup, bahkan mengatasinya dengan beradaptasi dan merubah keadaan tersebut. Hideyoshi Toyotomi adalah sosok pemimpin yang cerdas dalam mengambil keputusan.

Review Mr. Peabody's Apples

Sabtu, 31 Desember 2011


Mr. Peabody's Apples

by Madonna, Loren Long

Mr. Peabody's Apples takes place in 1949 in Happville, USA. One Saturday, Mr. Peabody, the beloved elementary school teacher and baseball coach, finds himself all alone on the baseball field. He wonders where everybody is until he sees the bat boy, Billy Little, walking toward him with a sad look on his face. Billy tells him that another student, Tommy Tittlebottom, spread a rumor that Mr. Peabody was a thief after Tommy saw Mr. Peabody taking apples twice from the local market.

Mr. Peabody then shows Tommy that what matters is the truth-not how things appear -and teaches him an unforgettable lesson about how we must choose our words carefully to avoid causing harm to others.

Madonna dedicates Mr. Peabody's Apples to teachers everywhere.

Callaway 2003

Saya: Sebiji apel dpt mengajarkan anak2 untuk menjadi kreatif dan tidak putus asa...mereka juga bisa menularkanx pd temen2 yg lain.

Nia: Kisah yang didapat Madonna dari ajaran yang dianutnya, Kaballah. Bahwa "Bagaimana kita harus memilih kata-kata itu dengan hati-hati agar tidak menyakiti sesama kita"

Daisy: this book has a very important meaning to it: "if you want to spread a rumour, make sure you know the whole story, because it can really hurt someones feelings" i encourage as many yr 7s to read this book!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

this book has a very important meaning to it: "if you want to spread a rumour, make sure you know the whole story, because it can really hurt someones feelings" I encourage as many yr 7s to read this book!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Whitnie: I Love this book! It has such a good lesson that goes along with the story. It is interesting and clever. I really enjoyed the illustations also. Loren Long does a great job at putting a lot of detail in the characters and making the pictures so colorful and vibrant. Who knew Madonna was a great musician AND children's liturature write? I really enjoyed the names of the characters like Tommy Tittlebottom and Mr funkadeli. I think this book is fun for kids of all ages and has a great message that kids can learn a lot from.

Becky: Mr Peabody's Apples generally makes more sense from a storytelling standpoint and from a children's marketing standpoint than Madonna's first "children's book," The English Roses, which I thought was a mess.

The message of Mr. Peabody's Apples, isn't quite what Madonna and the publicists would have you believe. It isn't so much about "the power of words" and choosing one's words carefully, as it is about not jumping to conclusions and the destructive power of rumors. It's a message related to "the power of words," sure, but if Madonna is so bent on teaching lessons, shouldn't somebody be taking care to make sure the flap copy is more accurate about what lesson is being taught? Lessons in children's books = argh.

Apart from that, the parenthetical asides have got to go. The repetition isn't cute and isn't working. The tone shifts ("Mr. Funkadeli"?) have really got to go. Also, the two separate characters of Tommy and Billy aren't needed. A real writer would have had all the conflict come through Billy.

If one can overlook its flaws, this is a simple story with characters that are more satisfying than the ones in Madonna's last book. Gentle, reasonable Mr. Peabody is especially appealing. The way in which the Message is delivered -- with a pillowcase full of feathers -- is memorable and not embarrassingly heavy-handed.

The real star of this book, however, is Loren Long, the illustrator who didn't get so much as a cover credit. Mr. Long's vivid paintings, with their deep shadows and nostalgic light, perfectly capture the story's small-town setting.

If Madonna keeps on her current course, by the time her children's-book-writing contract is up, she may yet turn out a book I can get behind. And that would be something. Until then, I'll enjoy looking at the pictures.

Jennifer: I was surprised to adore a book by Madonna (yes, the pop star) so very, very much. This tale of a little boy, his teacher and baseball coach, and reputation is based on a 300 year old tale told to her by a Kabbalah teacher and teaches about the power of words. The illustrations, paintings by Loren Long, are luminous. They capture even more than words the aching heart of a little boy who has done something wrong, vast challenge of reclaiming a tarnished reputation, and the quiet calm of forgiveness.

Carrie: This book is great! It really makes the reader understand the power of words. Tommy Tittlebottom assumes Mr. Peabody is a thief when he sees him take an apple without paying for it. He tells one person, who tells another, and so on. In end the Mr. Peabody (a very honest and kind teacher and coach) teaches Tommy a powerful lesson. And he uses a pillow case to do it! You've got to read this book!

Asia: I read this to my 7 year old son yesterday and really enjoyed the message and the art. It cleverly teaches about the negative effects of gossip and touches on the non-competitive benefits of playing a game for fun. When I read about the author and illustrator, I was surprised to find out that it was written by the singer Madonna. I guess she’s not only a genius on stage.

Amber: I truly enjoyed this book. This a great addition to character education! I think my students will be fascinated by the illustrations and the message behind the story. This is great for all ages but especially upper elementary school since it reveals the truth about spreading rumors. The story caught me off guard and I think that my students will feel the same. I plan to own a copy for my classroom. For a lesson I would ask the students to write about an experience where they either spread a rumor or had one spread about them. Then they would need to say what could they do to make the situation better or what should have been done to avoid it. I would talk to them about how deeply it hurts others when we assume things.

Errin: Mr. Peabody, the local teacher and baseball coach, is caught stealing apples from Mr. Funkideli's fruit stand. Without talking to Mr. Peabody about his actions, town children decided to spread the nasty rumor all around the small town of Happville. As soon as Mr. Peabody realizes what is happening, he questions the boy who began the rumor. Is Mr. Peabody "really" a thief? Can the young boy mend fences with the town's teacher?

This excellent story is filled with colorful illustrations. I have found the many children can connect with this text while learning a good lesson about rumors.

Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela

Kamis, 20 Oktober 2011

View a preview of this book onlineLoading-transLoading... View the full version of this book online

Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela

by Tetsuko Kuroyanagi, Chihiro Iwasaki (Illustrator), Widya Kirana

Ibu Guru menganggap Totto chan nakal, padahal gadis cilik itu hanya punya rasa ingin tahu yang besar. Itulah sebabnya ia gemar berdiri di depan jendela selama pelajaran berlangsung. Karena para guru sudah tak tahan lagi, akhirnya Totto chan dikeluarkan dari sekolah.

Mama
pun mendaftarkan Totto chan ke Tomoe Gakuen. Totto chan girang sekali, di sekolah itu para murid belajar di gerbong kereta yng dijadikan kelas. Ia bisa belajar sambil menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan. Mengasyikkan sekali kan? Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahasa dulu, pokoknya sesuka mereka.

Karena sekolah itu begitu unik, Totto chan tidak hanya
belajar fisika, berhitung, musik, bahasa, dan lain-lain di sana. Ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan menjadi diri sendiri.

Gramedia 2003

Saya: Menurut Desniku, buku ini penuh kisah inspiratif ttg anak2...klo gt cocok buat dibacakan malam2 bwt si kecil Monray n Sanders.

Charina Chazali: saya ingin menjadi anak kecil lagi...

Elfsi: Kisah seorang anak kecil yang bernama Totto – Chan yang riang, penuh dengan rasa ingin tahu dan kepolosannya, suka bercerita adalah ciri khasnya. Punya seekor anjing kesayangan bernama Rocky dan suka bercerita dengan Rocky, seolah-olah Rocky sang anjing memahaminya,mungkin hal ini bagi orang dewasa akan terliat seperti sesuatu yang aneh.

Dia pernah dikeluarkan dari sekolah pertamanya karena dianggap nakal, akhirnya dia masuk kesekolah baru, yaitu TOMOE GAKUEN yang gedungnya terbuat dari bekas gerbong2 kereta, sekolah ini unik dan berbeda dari sekolah lainnya, memiliki Kepala Sekolah yang sungguh – sungguh mengerti anak – anak, sungguh menakjubkan cara penyampaian topik pelajaran, pendekatan yang dilakukannya ke setiap anak2, bahkan kesederhanaan yang diajarkan.

Gaya bercerita buku ini membuatku mampu merasakan, kejujuran, kepolosan seorang anak, Toto - Chan, dengan semua gaya ‘unik’ nya, yang menarik, merasakan yang biasa seolah-olah menjadi luar biasa, saat dia mengalami hal-hal baru yang belum pernah dia rasakan dengan terkagum-kagum.

Hal lain yang membuat ku terkesan adalah kalimat “sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan” untuk menggambarkan menu makan siang yang harus di bawa oleh setiap anak, orangtua tidak akan pernah pusing memikirkan persiapan makan siang anaknya karena sesederhana apapun juga yang disiapkan orangtua sianak pasti akan menjadi “sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan” sehingga sianak akan tetap puas dan senang.

Banyak pelajaran berharga kita temukan dalam kisah Toto – Chan ini seperti tentang persahabatan, rasa hormat dan mengahargai orang lain serta kebebasan menjadi diri sendiri.
Sangat mengasikkan demikian kata yang sering disebut dibuku ini.

Cindy: Yang paling mengesankan dari buku ini --selain semua yang sudah ditulis dari review teman2 yang lain-- adalah cara makan yang diajarkan pak kepala sekolah. Makanlah sesuatu dari gunung, dan sesuatu dari laut. Ini penjabaran 4 sehat 5 sempurna yang diungkapkan dengan cara sangat sederhana. TOP!

Mina: Buku berkesan tentang Totto-Chan dan sekolah alamnya. Bagus dibaca para pendidik.

Dahlia: Ringan...tapi benar2 bagus. Ini mengajarkan bahwa ada berbagai macam cara untuk belajar dan setiap org pnya cara masing2 untuk menangkap suatu fenomena atau masalah

Yosi: Dunia anak dan dunia pendidikan. Dua hal yang sangat berhubungan dengan bidang profesi saya. Membaca buku ini, selain menyuguhkan kisah manis yang mampu menyihir saya untuk terus membaca dari halaman awal sampai terakhir serta menenggelamkan saya pada dunia yang begitu polos, saya juga memperoleh beberapa ide dan masukan sehubungan dengan metode pengajaran dan anak-anak.
Hanya satu kata yang bisa menggambarkan buku ini. Menakjubkan.

Mellisa: When I was introduced to Totto-chan, I was thrilled. At that time, I read the Indonesian translated version, which was posted to me by someone special :"> Totto-chan reminds me my own childhood, in which I was also different from other kids, just like Totto-chan.

Totto-chan tells me that it is okay to be yourself because if you are rejected by some, you will always be welcomed into others' open arms, just like Tomoe Gakuen's acceptance of Totto-chan and the trust placed by Mr Sosaku Kobayashi upon Totto-chan, "from today, you are a pupil in this school!" Even though Totto-chan has only managed to reach me when I was already 27 years old, I feel refreshed after reading it. Once and for all, I am in my tender years again, cycling around the neighbourhood, reading storybooks under the trees, or enjoying the walk during the beautiful evenings. Totto-chan has given me loads of valuable lessons; you need to stay positive despite challenges or negative things that come your way and never ever give up easily...

I still remember a part from the story where Totto-chan has to dig up a cesspool full of dirt just to find her missing purse. She did not successfully find the purse but she was satisfied that she had made attempts to recover it. However in the story, it was told that the purse was recovered from the cesspool and was lying somewhere on the damp earth beneath the moonlight. It is a wonderful metaphor, saying that sometimes we are unaware of the presence of success. We feel that we have not done our best but actually we have! Thank you Totto-chan! Domo arigato gozaimasu!

Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela

View a preview of this book onlineLoading-transLoading... View the full version of this book onlineTotto-chan: Gadis Cilik di Jendela

by Tetsuko Kuroyanagi, Chihiro Iwasaki (Illustrator), Widya Kirana

Ibu Guru menganggap Totto chan nakal, padahal gadis cilik itu hanya punya rasa ingin tahu yang besar. Itulah sebabnya ia gemar berdiri di depan jendela selama pelajaran berlangsung. Karena para guru sudah tak tahan lagi, akhirnya Totto chan dikeluarkan dari sekolah.

Mama
pun mendaftarkan Totto chan ke Tomoe Gakuen. Totto chan girang sekali, di sekolah itu para murid belajar di gerbong kereta yng dijadikan kelas. Ia bisa belajar sambil menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan. Mengasyikkan sekali kan? Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahasa dulu, pokoknya sesuka mereka.

Karena sekolah itu begitu unik, Totto chan tidak hanya
belajar fisika, berhitung, musik, bahasa, dan lain-lain di sana. Ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan menjadi diri sendiri.

Gramedia 2003

Saya: Menurut Desniku, buku ini penuh kisah inspiratif ttg anak2...klo gt cocok buat dibacakan malam2 bwt si kecil Monray n Sanders.

Charina Chazali: saya ingin menjadi anak kecil lagi...

Elfsi: Kisah seorang anak kecil yang bernama Totto – Chan yang riang, penuh dengan rasa ingin tahu dan kepolosannya, suka bercerita adalah ciri khasnya. Punya seekor anjing kesayangan bernama Rocky dan suka bercerita dengan Rocky, seolah-olah Rocky sang anjing memahaminya,mungkin hal ini bagi orang dewasa akan terliat seperti sesuatu yang aneh.

Dia pernah dikeluarkan dari sekolah pertamanya karena dianggap nakal, akhirnya dia masuk kesekolah baru, yaitu TOMOE GAKUEN yang gedungnya terbuat dari bekas gerbong2 kereta, sekolah ini unik dan berbeda dari sekolah lainnya, memiliki Kepala Sekolah yang sungguh – sungguh mengerti anak – anak, sungguh menakjubkan cara penyampaian topik pelajaran, pendekatan yang dilakukannya ke setiap anak2, bahkan kesederhanaan yang diajarkan.

Gaya bercerita buku ini membuatku mampu merasakan, kejujuran, kepolosan seorang anak, Toto - Chan, dengan semua gaya ‘unik’ nya, yang menarik, merasakan yang biasa seolah-olah menjadi luar biasa, saat dia mengalami hal-hal baru yang belum pernah dia rasakan dengan terkagum-kagum.

Hal lain yang membuat ku terkesan adalah kalimat “sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan” untuk menggambarkan menu makan siang yang harus di bawa oleh setiap anak, orangtua tidak akan pernah pusing memikirkan persiapan makan siang anaknya karena sesederhana apapun juga yang disiapkan orangtua sianak pasti akan menjadi “sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan” sehingga sianak akan tetap puas dan senang.

Banyak pelajaran berharga kita temukan dalam kisah Toto – Chan ini seperti tentang persahabatan, rasa hormat dan mengahargai orang lain serta kebebasan menjadi diri sendiri.
Sangat mengasikkan demikian kata yang sering disebut dibuku ini.

Cindy: Yang paling mengesankan dari buku ini --selain semua yang sudah ditulis dari review teman2 yang lain-- adalah cara makan yang diajarkan pak kepala sekolah. Makanlah sesuatu dari gunung, dan sesuatu dari laut. Ini penjabaran 4 sehat 5 sempurna yang diungkapkan dengan cara sangat sederhana. TOP!

Mina: Buku berkesan tentang Totto-Chan dan sekolah alamnya. Bagus dibaca para pendidik.

Dahlia: Ringan...tapi benar2 bagus. Ini mengajarkan bahwa ada berbagai macam cara untuk belajar dan setiap org pnya cara masing2 untuk menangkap suatu fenomena atau masalah

Yosi: Dunia anak dan dunia pendidikan. Dua hal yang sangat berhubungan dengan bidang profesi saya. Membaca buku ini, selain menyuguhkan kisah manis yang mampu menyihir saya untuk terus membaca dari halaman awal sampai terakhir serta menenggelamkan saya pada dunia yang begitu polos, saya juga memperoleh beberapa ide dan masukan sehubungan dengan metode pengajaran dan anak-anak.
Hanya satu kata yang bisa menggambarkan buku ini. Menakjubkan.

Mellisa: When I was introduced to Totto-chan, I was thrilled. At that time, I read the Indonesian translated version, which was posted to me by someone special :"> Totto-chan reminds me my own childhood, in which I was also different from other kids, just like Totto-chan.

Totto-chan tells me that it is okay to be yourself because if you are rejected by some, you will always be welcomed into others' open arms, just like Tomoe Gakuen's acceptance of Totto-chan and the trust placed by Mr Sosaku Kobayashi upon Totto-chan, "from today, you are a pupil in this school!" Even though Totto-chan has only managed to reach me when I was already 27 years old, I feel refreshed after reading it. Once and for all, I am in my tender years again, cycling around the neighbourhood, reading storybooks under the trees, or enjoying the walk during the beautiful evenings. Totto-chan has given me loads of valuable lessons; you need to stay positive despite challenges or negative things that come your way and never ever give up easily...

I still remember a part from the story where Totto-chan has to dig up a cesspool full of dirt just to find her missing purse. She did not successfully find the purse but she was satisfied that she had made attempts to recover it. However in the story, it was told that the purse was recovered from the cesspool and was lying somewhere on the damp earth beneath the moonlight. It is a wonderful metaphor, saying that sometimes we are unaware of the presence of success. We feel that we have not done our best but actually we have! Thank you Totto-chan! Domo arigato gozaimasu!