LARUNG adalah sebuah novel yang tampak tidak menarik bagi mata saya. Siapa pun yang menyukai warna-warna cerah pasti tidak akan melirik novel dengan sampul warna gelap itu, bahkan, semacam ada distorsi huruf-huruf cetak pada sampulnya. Tapi bagi siapa yang pernah membaca novel SAMAN, pastilah dia akan tahu bahwa LARUNG adalah novel kedua dari TRILOGI SAMAN. Berterima kasih pada KEKASIH saya yang membelinya—tapi tidak menyentuhnya secara berkala, seperti saya, mungkin dia tidak gila novel seperti saya—dan menunjukkan pada saya. Saya membacanya dengan menggebu dan tahu bahwa makin hari saya makin menyukai gaya tulisan dan genre yang diangkat AYU UTAMI. Saya sangat menyukai AYU hingga saya berharap menjadi adiknya. HAHAHAHAHAHAHAH........... kecintaan pada sesuatu kadang membuat kita takabur
Larung
by Ayu Utami
Lalu aku mendengar, orang-orang menyebut ibumu gerwani. Ibumu memakai beha hitam dengan lambang merah di satu pucuknya, palu arit di pucuk yang lain, kata mereka. Ia mengumpulkan perempuan-perempuan dan mengajar tali telanjang, dan mengirim wanita-wanita untuk merayu para prajurit dengan pinggul mereka agar percaya pada komunisme, bukan pada segala tuhan. Sembari bernyanyi genjer-genjer. Tetapi aku tahu ibumu dan istri Nyoman Pintar kerap berada di bangsal dan mengajari sesama istri tentara membikin ketupat dan janur dari daun nyiur. Mereka semua pendatang. Dan daun genjer hanyalah sayuran yang membuat tinjamu lengket panjang.
Larung adalah kelanjutan Saman (KPG, 1998), novel karya Ayu Utami.
Saya: baru saja menyelesaikan Larung. Fiksi yang bisa dikata semi-fiksi sebab mengisahkan kejadian politik dan sosial di Indonesia dengan lugas dan membuka pengetahuan kita bahwa pernah terjadi kejatahan kemanusiaan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru...(membaca bersama kekasihku Desni)
I'm on page 168 of 259 of Larung: Saman telah dua tahun tinggal di New York, dan merasa betah, sebab seperti kebanyakan aktivis kemanusiaan, negeri asing lebih memelihara mereka daripada negeri sendiri//Yasmin datang dan mereka berselingkuh.
Pera: this book tells about 4 woman in friendship.Gunawan Muhammad call this book as sastra lendir, because the author use women sex point of view expressively. eventhough, in my opinion, her world style is far away from lust.
I like how Ayu utami describe a kind of flower as vagina. in it's era, this book is so brave. esspecialy because the author is an eastern-woman and tell about woman with so bitchy in sex.
Weni: Halaman 152 (Shakuntala bercerita ttg percakapannya dg Laila):
"Aku bikinkan kamu susu. Dengan kopi atau coklat?"
Kamu tertawa. "Kenapa kamu selalu memaksa orang minum susu?"
"Karena perempuan akan kehilangan massa tulang setelah ia menopause."
Kamu nyengir. "Masih 20 tahun lagi."
"Masih 20 tahun waktumu untuk menabung tulang."
Dan waktu itu lebih pendek jika kita tak punya lelaki sebagai sumber feromon yang bisa senantiasa kita endus. Sebab hirupan atas keringat lelaki merutinkan haid kita dan memperpanjang usia subur. Tapi aku tidak mengatakannya. Sebab minum susu lebih realistis ketimbang mendapatkan lelaki. Kita bisa membeli susu.
*Googling, mencari feromon*
Feromon adalah zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Feromon, berasal dari bahasa Yunani ‘phero’ yang artinya ‘pembawa’ dan ‘mone’ ‘sensasi’.
Katanya feromon adalah senyawa pembangkit cinta.
Hmmm... jadi kewajiban minum susu bisa diganti dengan mengendus suami eh sumber feromon hahaha.
Mina: Lanjutan dari Saman, katanya sih. Tentang Saman, Laila, Sihar, Cok, Yasmin, dan Shakuntala, plus Larung. Aku tidak begitu ingat ceritanya, ya, hehehe... Kurang menohok dibanding Saman.
Dunianyawira Setiawan: setelah membaca 2 bukunya ayu utami, saman dan larung...hmm..menurutku memang ayu punya gaya bahasa yang khas
saman dan larung sama2 khas dan menarik tapi saya bisa lebih menikmati larung daripada saman mungkin karena waktu membaca saman masih dalam proses penyesuaian tapi kalo mambaca larung tanpa saman jg rasanya pasti kurang mantap...
banyak saya liat,pembaca yang menilai cara ayu membahasakan seks sebagai nilai minus dalam buku2nya padahal menurutku justru itu kekuatan ayu dimana ia tidak pernah memandang seks sebagai sesuatu yang tabu atau tidak etis, coba saja baca lagi bukunya aku kira kita bisa melihat estetika dan filosofi seks disini.. hal tabu itu hanya karena kita dari kecil sudah didoktrin untuk berpikir seperti itu
dan jangan salah,kehebatan buku ini bukan pada caranya memcampurkan seks, mistis dan drama kehidupan tapi bagi saya justru ayu bisa sangat luas mencapai pelajaran spirituil kehidupan dalam bahasa yang lugas dan tegas...
kesimpulannya : termasuk buku yang layak disantap mata kepala dan mata hati kita masing masing....
Azzahro Wijaya: Membaca halaman-halaman pada larung di awal sebenarnya membuat saya agak bergidik ngeri dan jijik. Jika teringat bagaimana neneknya si Larung digambarkan disini, saya jadi agak ga napsu makan.. hehe..
Saya juga teringat bagaimana Ayu Utami menggambarkan betapa mengerikannya proses pembuatan telur asin. Saya rasa ada satu kemiripan antara Saman dan Larung, yaitu mereka merasakan hal yang berbau mistis dalam hidup mereka. Saman pada ibunya, dan Larung pada neneknya.
Larung dan Saman sama-sama bercerita tentang masa orba (yang tidak begitu saya mengerti, karena waktu zaman orba saya masih kecil dan tidak mau berusaha mengerti apa yang sebenarnya terjadi.), bercerita tentang kisah cinta (terlarang), kisah mistis, hal-hal yang dianggap tabu (dikupas dengan tajam setajam silet?) Ah, pokoknya Saman dan larung seru sekali. Tapi sayang sekali endingnya tragis dan menggantung. Saya ingin tahu nasib laila dan Yasmin.
Ana “a Kecil: urgh... agak ga ngerti sih
saya pribadi membagi novel ini menjadi 3 bagian.
bagian pertama bercerita tentang Adnjani, nenk Larung yang sepertinya mempunyai kesaktian dalam tubuhnya. Ia begitu tua renta tetapi hidup hingga Larung merasa harus membunuhnya.
bagian kedua bercerita tentang rumitnya percintaan 5 orang wanita: Yasmin, Cok, Laila, Shakuntala (dan siapa lagi? lupa)yang melulu berkisar soal sex.
dan bagian ketiga yang menceritakan aktivis yang lari dari rumitnya keadaan politik Indonesia pada masa PKI.
ah.. saya ga ngerti relasi antar ketiga bagian ini.
Sally Siawidjaja: Akhirnya selesai juga baca buku ini. Phewww...
Sebagai pemula dalam bacaan sastra, baca buku ini seperti makan sushi pake wasabi yang banyak. Pedes banget. Mungkin ada orang yang suka tapi gue pribadi ga suka sama sekali.
Yang gue ga suka:
1. Cara penulisannya yang terlalu berlebihan, seperti tentang tai, daki, bau-bau an pokoknya jorok deh, jadi mual.. Kalau ttg alat kelamin dan sex masih bisa gue terima, walau menurut gue kadang berlebihan.
2. Semua karakter di buku ini kok melankolis yah.. yang gue suka cuma si Cok yang bitchy. Karakter Larung juga ga jelas deh kenapa die jadi misterius. Die itu sebenarnya psikopat yah?
3. Gue ga ngerti maksud dan tujuan buku ini, apa mau cerita ttg pemerintahan Suharto yang sadis? atau ttg unsur sex yang masih tabu di Indonesia? atau tentang mistik2? Ada laila, yasmin yang bicarain tentang sex dan selingkuhan, ada saman dan larung yang backgroundnya mistik, dan ada Saman, yasmin dan larung yang aktivis. Pusing deh gue.
Yang lumayan dari buku ini cuma ending nya yang ga ketebak.
Tapi kalau udah baca Saman sih emang kudu baca Larung. Walau Saman mirip dengan Larung, tapi gue jauh lebih suka Saman daripada Larung.
Walau gue ga suka sama Larung tapi gue ga kapok sih baca bukunya Ayu Utami