Review Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Rabu, 04 Januari 2012



Perawan Remaja Dalam Cengkeraman Militer

by Pramoedya Ananta Toer

Indonesian comfort women during the Japanese occupation, 1942-1945.

Wirangggeni: berisi tentang kekejaman belanda terhadap para gadis Indonesia yang dijadikan budak.

Herru: Baca dan kalian semua akan dibuat untuk mengerti sejauh apa kepahitan, kesakitan, kesedihan, keputusasaan yang dialami oleh perempuan-perempuan yang disebabkan oleh JEPANG.


Ryan: Catatan Pram yang masih tersisa dari pembakaran buku2 beliau pada masa orde baru. PRDCM, banyak mengungkap data historis tentang pelecehan seksual ribuan perawan jawa pada masa penjajahan Jepang.

Mahe: Lagi...cerita ttg orang-orang yg terlupakan atau bahkan mungkin sengaja dilupakan, jugun ianfu. Kali ini biang keroknya Jepang! Human trafficking! Saat ini masih terjadi...menyedihkan. Pelakunya saudara kita sendiri, menjual anak perempuan sendiri. Menjual anak didiknya sendiri...

Iva: sejarah yang bagus untuk tidak dilupakan begitu saja..
gak bisa membayangkan gimana rasanya jadi gadis2 itu yang dijanjikan sekolah ke tokyo tp ternyata untuk dijadikan pelacur.. setelah Jepang pergi pun hidup mereka harus menanggung malu dan terperosok menjalani kehidupan pribumi jauh di pedalaman...

Azia: gw ga sanggup ngebayangin...gadis2 yang dikirim oleh Jepang untuk belajar agar lebih berpendidikan setelah kemerdekaan Indonesia....masih sangat muda...14thn-20thn...ternyata untuk memenuhi kebutuhan seks tentara Jepang...merekalah jugun ianfu korban-korban tersebut selain cantik2 juga berasal dari keluarga yang cukup berada. anak lurah.anak kades.

sedih banget bacanya...selain karena perlakuan kejam tentara Jepang. setelah Indonesia merdeka, mereka ditelantarkan dan tidak dipulangkan ke indonesia..ada yang di thailand...ada yang di Singapura...mereka pun enggan pulang, karena malu dengan keluarga mereka...sampai saat ini perjuangan mereka masih menuntut pemerintah Jepang atas tindakan tentaranya di perang dunia 2 masih terdengar dari Indonesia, Korea selatan..

Sally: Saya membaca buku ini sekitar bulan April, tahun 2006. Ini adalah non-fiksi pertama Pram yang saya baca. Riset yang sangat baik dari seorang cendikia seperti Pram.
Baru-baru ini saya membacanya lagi. Saya sangat suka bab terakhir dalam buku ini. Bab tersebut berjudul Menjejak Ibu Mulyati Dari Klaten. Dalam kondisi pembuangannya di Pulau Buru, Pram bersama kawan-kawannya mencari jejak seorang wanita Jawa yang menjadi korban "penipuan" tentara Jepang. Mereka yang menjadi korban adalah gadis-gadis pribumi berparas cantik yang terlahir dari keluarga pengreh praja/priyayi. Tentara-tentara Jepang tersebut menjanjikan pendidikan yang lebih baik di Tokyo pada gadis-gadis ini. Namun, seperti yang kita ketahui sekarang, mereka akhirnya menjadi jugun ianfu (gadis penghibur).

Salah satu daya tarik dalam bab ini adalah perjalanan seorang kawan Pram bernama Sarony dalam pencariannya menemui seorang wanita Klaten bernama Mulyati. Ia harus melewati bukit-bukit terjal, menemui suku-suku terdalam dan hidup seperti mereka. Semua itu dilakukannya hanya untuk menemui Ibu Mulyati seorang. Selain itu, gambaran Sarony tentang pulau yang dijadikan tempat pembuangan tawanan politik ini sungguh mengasyikan untuk dibaca.

"Beberapa batang pohon di tebing itu sebagian akarnya berada di permukaan tanah. Akar-akar itu berkaitan satu dengan yang lain, saling melilit, saling mempertahankan, seperti ular besar berkelahi di tepi jurang. Masing-masing berusaha menang dengan ekor tetap berpengangan mencegah jatuh ke dasar jurang.

Dedaunan dan dahan pohon meneduhi jalanan yang kami lalui. Sebagian condong ke atas air. Jutaan serangga merayap naik-turun pada batang lapuk, bekerja membangun istana baru. Sebuah mahligai yang telah mereka tinggalkan tergantung sunyi pada dahan, sebesar guci." (hal. 111)

Pada paragraf tertentu saya menjadi sedikit emosional karena pendeskripsiannya yang sangat baik dan romantis, ini salah satunya:

"Jalan setapak memasuki hutan gempol itu sedikit berair. Anggrek bulan dengan bunga birunya yang sedang mekar menggelantung dibuai angin pagi. Juga jenis anggrek bulan lain dan anggrek merpati ramai bergelantungan pada pohon gempol. Malah serumpun anggrek harimau tenang-tenang mendekam di ketinggian cabang. Bunganya yang kuning berbelang coklat serasa hendak meloncat untuk menerkam. Sayang sekali keindahan alam itu masih belum dapat dinikmati orang buangan ini. Juga tidak oleh penghuni kampung-kampung di gunung. Mereka baru bisa bicara tentang lapar." (hal. 112)

Buku ini semacam surat yang ditulis Pram kepada para perawan remaja masa depan (sekarang?) bahwa dahulu pernah ada sebuah tragedi yang memilukan, mengguncangkan, menakutkan, dan menyuramkan.

Hendra : buku ini mengisahkan penelusuran akan wanita buangan di pulau Buru. Wanita-wanita buangan itu ialah wanita-wanita yang pada tahun 1943-1944 diiming-imingi oleh pemerintahan balatentara Jepang untuk belajar ke Tokyo dan Singapore, dengan tujuan kelak ketika kembali dari menuntut ilmu, dapat berguna bagi nusa dan bangsa Indonesia yang kelak merdeka. Namun ternyata janji itu dusta, mereka, yang masih sangat belia, hanya dijadikan budak nafsu para tentara Jepang.

Buku ini, didasari atas investigasi dari para pelaku langsung maupun tidak langsung, memberi beberapa kesimpulan atas latar belakang peristiwa kemanusiaan tersebut.

1 komentar:

  1. Kataucheng mengatakan...:

    Sepertinya buku ini menyenangkan .. pengen baca ;)

    berkunjung balik dong ke blog sy : Makanan sehat ;)
    Terima kasih ...